Hendak Kemana Kalian Wahai Ananda?
Sajadah Hati – Dalam situasi sekarang yang sangat didominasi oleh kehidupan hedonis dan duniawi, banyak orang tua yang terbersit pertanyaan di benaknya, hendak kemana kalian wahai ananda? Berbagai macam tantangan siap merintangi anak-anak kita dalam menggapai masa depan.
Hendak Kemana Kalian Wahai Ananda?
Dalam buku Adversity Quotient: Turning Obstacles Into Opportunities, Paul G Stolzt PhD menulis, bahwa bila diibaratkan sebagai pendaki, ia membagi manusia kedalam tiga tipe pendaki, yaitu Quitter, Camper, dan Climber.
Hendak Kemana Kalian Wahai Ananda? |
1. Quitter
Ini adalah tipe orang yang saat melihat perubahan (change) sebagai sesuatu yang sangat mengganggu dan menakutkan. Seorang quitter tidak mau keluar dari status quo, ia merasa nyaman berada di zona yang aman (comfort zone). Ia cenderung sulit untuk berubah. Saat melihat gunung yang tinggi ia biasanya berkata, “ah, lebih baik aku tidak ikut naik gunung saja, gunungnya tinggi banget, pasti capek, aku nyerah aja deh (quit)”. Belum lagi mendaki sudah membayangkan beratnya tantangan.
Tipe quitter adalah tipe para pecundang (the loser), kalah sebelum bertanding . Dia tidak tahu bahwa rasa pedasnya cabe bukan saat didiskusikan atau dibedah jadi bahan seminar, tetapi pedasnya cabe justru kalau digigit. Tipe quitter senang berkeluh kesah dan menyalahkan keadaan, berpikir pesimistik. Ia selalu melihat kesempitan di tengah begitu banyak kesempatan.
2. Camper
Ini adalah tipe pembuat kemah (camper). Tipe orang seperti ini gembira ria di awal perjalanan, tetapi Ia tidak bercita-cita menaklukan puncak gunung . Ia maunya bersenang-senang menikmati atau mencari tempat yang enak untuk berkemah. Ia merasa cepat puas dengan apa yang ia dapatkan (to get not to give) . Ibarat mahasiswa yang merasa puas kalau sudah dapat ijazah atau gelar, lalu dapat pekerjaan, menikah, bisa kredit rumah, kredit mobil, Selesai..!
Ia termasuk orang yang prestasinya mediocare (pertengahan, average). Seorang camper bukan tipe pejuang yang gigih (fighter) untuk melanjutkan perjalanan menuju puncak. Ia bukan juga seorang yang berani mengambil risiko (risk taker) yang dibutuhkan untuk menjadi seorang leader.
3. Climber
Tipe yang selanjutnya adalah tipe climber (pendaki). Ia sudah menemukan tempat untuk berkemah , tetapi ia tidak terpesona atau terpikat untuk berhenti atau sibuk membuat kemah, karena cita-citanya (mission) bukan sekedar camping, tetapi ingin mencapai puncak gunung.
Ia tidak mau berkhianat pada misinya, karena bagi dirinya, berkomitmen pada cita-cita adalah harga diri (dignity). Dan kalau toh ia berprestasi, hal itu hanya side effect dari usahanya yang penuh disiplin. Dalam kamus kehidupannya, ia tak pernah kenal satu kata yaitu menyerah (give up), apalagi quit!
Bagi seorang climber tidak ada kata “menyerah “, karena ia sadar bahwa pemenang tak kenal kata menyerah, dan orang yang menyerah jangan mimpi mau jadi pemenang!
Seorang climber bukan hanya berkata-kata , tetapi ia buktikan ucapannya dalam perbuatan (talk the walk and walk the talk). Dalam sebuah syair Arab disebutkan "Lisanul hal afshahu min lisanil maqal", yang artinya "keteladanan itu lebih kuat (pengaruhnya) daripada ucapan (kata-kata)." – action speaks louder than words!
Generasi muda bangsa ini harus memiliki jiwa seorang climber. Memiliki pandangan jauh kedepan (vision), mempersiapkan dirinya untuk meraih hari esok. Memiliki komitmen dan disiplin yang kuat untuk mewujudkannya.
Allah berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (QS. Al Hasyr (59):18)
Sebagai orang tua, mari kita persiapkan anak-anak kita dalam merengkuh masa depannya. Apakah kita ingin anak kita jadi quitter yang mudah menyerah, menjadi camper yang prestasinya sedang-sedang saja, atau menjadi pemenang (climber) yang selalu berjuang tanpa putus asa? Semuanya harus kita persiapkan mulai dari sekarang.
Wallahu a’lam bissawab..
*terinspirasi dari tulisan guru kami tercinta, Drs H Toto Tasmara*
hendak kemana kalian wahai ananda?